Sepekan di Laut Kepri Jejak 3,7 Ton Gelombang Putih dan Bayang-Bayang Kartel Narkoba

Strighttimes – Dalam sepekan terakhir, perairan Kepulauan Riau kembali menjadi arena sunyi namun berbahaya dari geliat sindikat kartel perdagangan narkotika internasional. Dua operasi besar salah satunya dari Angkatan Laut (AL) kemudian aparat gabungan membongkar upaya penyelundupan 3,7 ton sabu jumlah yang cukup untuk merusak jutaan kehidupan di Indonesia.
Dari catatan Strighttimes, operasi pertama digelar pada Sabtu, 17 Mei 2025. TNI AL menghentikan sebuah kapal ikan asing berbendera Thailand di Perairan Selat Durian, Kabupaten Karimun. Dari pemeriksaan mendalam mengungkap sesuatu yang mencengangkan 1.200 kilogram kokain dan 705 kilogram sabu disembunyikan dalam ruang penyimpanan ikan.
Total narkotika yang disita dari operasi ini mencapai 1.905 kilogram atau hampir 1,9 ton. Penemuan ini menjadi alarm keras bahwa kartel jaringan narkotika internasional terus menargetkan perairan Indonesia sebagai jalur utama mereka.
Empat hari berselang, Rabu pagi 21 Mei 2025, aparat kembali berhasil menggagalkan penyelundupan besar-besaran. Kali ini sasarannya adalah kapal tanker asing MT. Sea Dragon Tarawa, yang masuk ke wilayah utara Tanjung Balai Karimun, perairan yang berbatasan langsung dengan Malaysia.
Operasi gabungan dari Badan Narkotika Nasional (BNN), Bea Cukai, dan TNI AL kembali menuai hasil. Sekitar 1,8 ton sabu ditemukan dalam kapal tersebut. Para awak kapal langsung diamankan untuk penyelidikan lebih lanjut.
Total hampir 3,7 ton narkotika digagalkan hanya dalam waktu kurang dari seminggu. Dua kapal asing, dua modus berbeda, namun tujuan yang sama memasok pasar gelap narkotika di Indonesia.
Ketua Gerakan Nasional Anti Narkotika (Granat) Kepulauan Riau, Syamsul Paloh, memberikan apresiasi tinggi terhadap operasi senyap dan berisiko tinggi yang dilakukan aparat. Namun ia juga mengingatkan bahwa apa yang terlihat di permukaan hanyalah sebagian kecil dari ancaman sebenarnya.
Menurutnya, perairan Kepri adalah jalur emas bagi para penyelundup. Letaknya yang strategis dan berbatasan langsung dengan beberapa negara Asia Tenggara menjadikannya titik rawan untuk penyelundupan narkotika skala besar.
Syamsul mendesak agar aparat tidak hanya menangkap pelaku lapangan, tetapi juga mengungkap dalang di balik pengungkapan besar ini.
“Ini kerja Kartel, ini sistematis, terorganisir, dan berkelanjutan. Ada strategi, mobilitas tinggi, dan pendanaan yang nyaris tanpa batas,” ujarnya.
Jika ada barang yang masuk, pasti ada pemesannya. Artinya, Indonesia adalah target pasar utama. Kita tidak bisa terus menutup mata. Mafia kartel narkoba memandang Indonesia sebagai ladang subur,” tegas Syamsul.
Ia mengungkapkan bahwa mafia narkotika saat ini bukan lagi beroperasi secara tradisional. Mereka menggunakan teknologi canggih, mengatur rute dengan intelijen tinggi, dan menciptakan berbagai modus pengiriman, termasuk menyembunyikan sabu dalam perut ikan
“Selama pasar di Indonesia tetap tumbuh, selama anak-anak muda kita tetap menjadi target, maka mafia narkoba akan terus datang,” katanya.
Dalam konteks ini, Granat Kepulauan Riau meminta kepada DPR RI di Senayan untuk serius memperhatikan kondisi pertahanan dan keamanan di wilayah pesisir, khususnya Provinsi Kepri. Mereka menilai perlu ada peningkatan penguatan sarana dan prasarana, termasuk alutsista (alat utama sistem persenjataan) yang lebih modern dan sesuai dengan karakteristik perairan Kepri.
Ia menambahkan, koordinasi antar lembaga juga harus diperkuat. Penindakan yang terintegrasi antara BNN, Bea Cukai, TNI AL, dan Polri sangat penting agar celah hukum dan birokrasi tidak dimanfaatkan oleh sindikat kartel narkotika internasional.
“Jika kita lengah, dipastikan generasi kita yang akan tumbang. Narkoba bukan sekadar barang terlarang, ia adalah senjata pemusnah massal yang merusak dari dalam.” (*)