Monster di Suka Jadi Itu Akhirnya Tertangkap, Ketua IPK Kepri Budi Bukti Purba Puji Gerak Cepat Kapolresta Barelang dan Kasat Reskrim Menangkap Penyiksa Intan

StrightTimes – Jeritan batin seorang gadis muda asal Sumba, Nusa Tenggara Timur (NTT), akhirnya terdengar, setelah hampir setahun tak terdengar semenjak Ia datang ke Batam dengan mimpi dan semangat untuk memperbaiki nasib di rumah pelaku, namun yang ia temui hanyalah derita panjang dan perlakuan yang lebih kejam dari hewan. Intan, nama itu kini menjadi simbol luka kemanusiaan yang tak boleh dibiarkan terjadi lagi di Kota Batam
Kekejaman yang dialami Intan mengguncang banyak pihak. Ketua Ikatan Pemuda Karya (IPK) Provinsi Kepulauan Riau, Budi Bukti Purba angkat bicara. Ia menyebut tindakan majikan korban sebagai monster sungguh tak berperikemanusiaan dan patut dihukum seberat-beratnya
“Ini bukan hanya penganiayaan, ini sudah masuk kategori kekejaman kemanusiaan. Intan bukan budak, dia manusia. Pelaku harus dihukum seadil-adilnya, seberat-beratnya,” tegas Budi, Senin (23/06/2025).

Budi menyampaikan apresiasi setinggi-tingginya kepada Kapolresta Barelang Kombes Pol Zaenal Arifin, S.I.K. dan Kasat Reskrim Polresta Barelang AKP Debby Tri yang telah bertindak cepat menanggapi laporan keluarga korban. Ia menilai ini adalah bentuk nyata keberpihakan polisi pada kemanusiaan.
“Gerak cepat Polresta Barelang layak dipuji. Ini membuktikan bahwa hukum berpihak pada korban. Atensi dan empati Pak Kapolres dan jajaran sangat luar biasa,” ucapnya.
Budi juga mengatakan bahwa melalui LBH IPK Kepri siap memberikan pendampingan hukum secara cuma-cuma kepada Intan dan keluarganya.
“Jika kami diberi amanah oleh keluarga korban LBH IPK Kepri akan siap dampingi korban secara gratis. Ini bukan sekadar perkara hukum, ini tentang harga diri, dan tentang kemanusiaan,” ujarnya penuh emosi.
Intan dianiaya di rumah majikannya di kawasan elit Sukajadi, Batam. Dua pelaku telah ditetapkan sebagai tersangka, yakni Roslina, sang majikan, dan Merlin, rekan kerja korban sesama ART. Kedua wanita itu kini menjalani proses hukum dan telah ditahan.
Sebelum diselamatkan keluarganya, Intan mengalami penyiksaan bertubi-tubi, ia dipukul dengan obeng, disabet gagang sapu, ditendang di bagian vital, dan diludahi. Tak hanya fisik, kata-kata kotor seperti “anjing”, “babi”, bahkan “lonte” menjadi makanan telinganya setiap hari. Luka bukan hanya tampak di tubuh, tapi juga menghantam jiwanya.
“Ponselnya disita. Dunia luar tak tahu apa yang terjadi. Dia hidup seperti dalam penjara,” ungkap Angraini, kakak kandung Intan, dengan suara bergetar saat awak media ini mengkonfirmasi pada Minggu 22 Juni 2025 saat Intan dijemput dari rumah majikan dan kemudian di rawat di Rumkit Elisabeth Batam
Berbekal keberanian yang nyaris punah, Intan nekat meminjam ponsel tetangga majikan untuk menghubungi keluarganya. Ia menceritakan kisah pilunya, saat keluarga tiba, mereka menemukan Intan dalam kondisi mengenaskan didalam kamar l, dengan luka memar di seluruh tubuh dan trauma mendalam.
Kini Intan menjalani perawatan intensif di Rumah Sakit Elisabeth. Kondisinya perlahan membaik secara fisik, namun psikisnya masih sangat terguncang. Trauma yang ditorehkan oleh kekerasan tersebut akan menjadi luka panjang yang tak mudah sembuh.
IPK Kepri dan LBH-nya berkomitmen mengawal proses hukum hingga pelaku mendapat hukuman maksimal. Budi menyatakan bahwa kasus ini harus menjadi peringatan keras bagi semua pihak yang memperlakukan pekerja rumah tangga secara tidak manusiawi.
“Tidak ada alasan, tidak ada toleransi bagi kekerasan terhadap perempuan. Kami tidak akan tinggal diam. Kami akan pastikan hukum berjalan,” pungkasnya.
Intan datang ke Batam untuk hidup lebih baik, bukan untuk disiksa. Air mata dan luka di tubuhnya kini menjadi saksi bisu bahwa keadilan adalah harga mati. Dan di tengah luka yang dalam, harapan baru mulai menyala bahwa negeri ini masih punya nurani, dan hukum masih bisa berpihak pada yang tertindas.
“Satu-satunya yang bisa menyembuhkan luka Intan adalah keadilan”, ungkap Angraini menutup pembicaraan kepada StrightTimes.