Satu Langkah Lagi, Kartel Panen Triliunan, 1,8 Ton Sabu dalam Hitungan Maut Ala Syamsul

StrightTimes – Bayangkan betapa besarnya keuntungan yang bisa diraih dari 1,8 ton sabu yang berhasil diamankan petugas di perairan utara Tanjung Balai Karimun. Dengan nilai jual mencapai triliunan rupiah, kartel narkoba hampir saja meraup keuntungan luar biasa besar dari perdagangan gelap yang membahayakan masa depan jutaan anak bangsa.
Di balik angka-angka menggiurkan itu, tersimpan ancaman sosial yang jauh lebih mengerikan sebuah hitungan maut antara uang haram dan nyawa yang terancam hancur.
Redaksi media The StraighTimes melakukan wawancara dengan Ketua Gerakan Nasional Anti Natkotika (Granat) Provinsi Kepri, Syamsul Paloh. Ia menyampaikan bahwa Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Granat Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) telah menerima undangan dari Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia (BNN RI) untuk menghadiri kegiatan press release terkait pengungkapan kasus tindak pidana narkotika jenis sabu.
“Acara tersebut akan dipimpin langsung oleh Kepala BNN RI, Komjen Pol. Marthinus Hukom, S.I.K., M.Si., pada hari Senin, 26 Mei 2025, pukul 14.00 WIB, bertempat di Dermaga Pangkalan Sarana Operasi Bea Cukai, Tanjung Uncang, Batam, Kepulauan Riau,” ujar Syamsul.
Sebanyak 1,8 ton sabu berhasil diamankan dari Kapal MT. Sea Dragon Tarawa di perairan utara Tanjung Balai Karimun (wilayah perairan Malaysia, sebelah selatan Tanjung Piai) oleh tim gabungan dari BNN, Bea Cukai, dan TNI AL.
Kata Syamsul, barang bukti tersebut memiliki nilai ekonomi luar biasa besar di pasar gelap. Prediksi dari Granat, jika dijual secara borongan, harga per kilogram bisa mencapai sekitar Rp1,1 miliar, dan bila dijual secara eceran per gram, nilainya dapat mencapai Rp1,4 miliar/kg.
Dengan asumsi harga beli dari produsen berada di kisaran Rp200 juta–Rp300 juta per kilogram (rata-rata diasumsikan Rp250 juta/kg), potensi keuntungan yang dapat diraih pelaku sangat tinggi.
Hitung-Hitung Ala Syamsul Berikut Simulasi Potensi Keuntungan:
Penjualan borongan (Rp1,1 miliar/kg):
1.800 kg x Rp1,1 miliar = Rp1,98 triliun
Penjualan eceran (Rp1,4 miliar/kg):
1.800 kg x Rp1,4 miliar = Rp2,52 triliun
Estimasi modal (Rp250 juta/kg):
1.800 kg x Rp250 juta = Rp450 miliar
Estimasi Keuntungan Kotor:
Penjualan borongan: Rp1,98 triliun – Rp450 miliar = Rp1,53 triliun
Penjualan eceran: Rp2,52 triliun – Rp450 miliar = Rp2,07 triliun
Menurut Syamsul, selain nilai ekonominya yang sangat besar, dampak sosial dari peredaran 1,8 ton sabu ini juga sangat mengkhawatirkan. Dengan asumsi 1 gram sabu dikonsumsi oleh 7–8 orang, maka 1,8 juta gram ini berpotensi merusak 12,6 hingga 14,4 juta jiwa.
Jumlah tersebut menunjukkan betapa masifnya ancaman narkotika terhadap generasi muda dan masa depan bangsa. Oleh karena itu, penegakan hukum harus tegas serta kerja sama lintas sektor menjadi hal mutlak untuk memutus mata rantai peredaran gelap narkoba.
Pencucian Uang: Dari Kartel ke Dunia Nyata
“Jika 1,8 ton sabu berhasil beredar di pasaran, kartel narkoba bisa meraup keuntungan hingga triliunan rupiah. Namun, uang haram sebesar itu tidak disimpan begitu saja, ia disamarkan melalui berbagai skema pencucian uang”, jelas Syamsul
Modus yang umum digunakan adalah menginvestasikan dana tersebut ke sektor-sektor yang tampak legal, katanya, seperti bisa saja pembangunan hotel, pabrik, properti, restoran, hingga startup teknologi. Uang hasil kejahatan yang diputar dalam ekonomi legal menciptakan ilusi keberhasilan bisnis, padahal sejatinya berasal dari pencucian uang hasil dari perdagangan gelap narkotika.
Dalam tindak pidana narkotika, peran PPATK sangat krusial, khususnya terkait dengan penelusuran harta dan aset hasil tindak pidana pencucian uang (TPPU). TPPU merupakan ancaman serius bagi stabilitas dan integritas perekonomian, serta sistem keuangan negara. Selain itu, praktik ini juga membahayakan sendi-sendi kehidupan masyarakat dan negara secara keseluruhan.
“Kartel narkoba dipastikan tidak menyimpan uang hasil kejahatannya di bank. Mereka lebih memilih menyalurkan dana tersebut ke sektor riil untuk menyamarkan asal-usulnya. Oleh karena itu, penelusuran aliran dana menjadi kunci penting dalam pemberantasan jaringan narkoba. Aparat penegak hukum perlu membongkar praktik pencucian uang ini secara menyeluruh, agar tidak hanya pelaku, tetapi juga sistem dan jaringan sindikat narkotika bisa diberantas dari hulu sampai hilir hingga ke akarnya,” tutup Syamsul.