Penyelundupan Benih Lobster Memakai Speed Boat Mesin Tempel 4 Hingga 7 Masih Jadi Favorite, Siapakah yang Terlibat?

Stright Times – Tangkapan 466 ribu benih lobster senilai Rp46,7 miliar oleh TNI Angkatan Laut (AL) akhirnya dilepasliarkan di Perairan Pulau Abang, Kota Batam Kepulauan Riau (Kepri).
Sebagaimana disampaikan Panglima Koarmada I (Pangkoarmada I) Laksamana Muda TNI Arsyad Abdullah di Batam Kepulauan Riau, Rabu 25 Mei, dikutip dari Antara.
Pulau Abang memang kerap dijadikan lokasi pelepasan benih lobster yang diamankan dari percobaan penyelundupan. Ini berkaitan dengan ekosistem perairan Pulau Abang yang dipandang cocok sebagai habitat benih lobster.
Pihaknya sengaja segera melepaskan benih lobster yang berhasil diamankan dalam jumlah banyak tersebut karena dikhawatirkan akan mati bila berlama-lama didiamkan.
Namun yang tersisa dari kasus penyelundupan benih lobster ini yakni lima pelaku masih belum berhasil dibekuk.
Arsyad Abdullah mengatakan pihaknya akan terus melakukan penyelidikan pelaku yang sampai saat ini belum ditemukan karena berhasil melarikan diri saat pengejaran.
“Pelaku-pelaku ini ada identitas dan akan kami cari siapa pelaku tersebut sampai ketemu. Kami akan usut sumbernya dari mana, dan kenapa dibawa ke luar negeri. Itu nanti upaya-upaya yang akan kami lakukan,” kata Arsyad Abdullah.
Kasus pengungkapan penyelundupan benih lobster di wilayah Kepri bukanlah hal baru.
Besarnya keuntungan yang dapat diraup dari penyelundupan antar negara ini setidaknya melibatkan pelaku penyelundupan, pemilik benih lobster, hingga pemilik speed boat (kapal cepat), baik statusnya disewa atau milik sendiri.
Bukan rahasia, bahwa pelaku penyelundupan yang turun langsung membawa benih lobster dalam speed boat, biasanya hanya pekerja. Sementara pemilik benih lobster atau pemilik usaha illegal terkesan minim resiko, dengan kendali dari jauh yang tidak jarang identitasnya tersamar.
Sisi lain yang jadi penentu aksi penyelundupan jalur laut ini, yakni armada. Kapal cepat (speed boat) sudah lumrah jadi pilihan utama penyelundup. Cepat, efisien dan efektif jadi alasan penyelundup memilih speed boat sebagai armada pengangkut komoditi selundupan.
Terlepas dari legalitas perijinan armada laut atau pelayaran laut yang cukup kompleks dan penuh kehati-hatian serta keselamatan, faktanya armada speed boat yang ditangkap biasanya memiliki mesin tempel 4 sampai 6 unit yang dipasang berjejer diburitan kapal cepat. Dengan daya dorong mesin masing masing 250-300 PK. Yang total kecepatan dengan kapasitas maksimal bisa menandingi bahkan lebih besar dari kecepatan armada petugas perairan.
Armada yang digunakan penyelundup memang bukan armada biasa layaknya armada untuk mengangkut penumpang atau barang pada jalur pelayaran normal.
Armada penyelundup terkesan sengaja dimodifikasi untuk untuk kebutuhan khusus agar bisa melaju super cepat dan lolos dari kejaran petugas. Penyedia armada sepertinya cukup paham bahwa armadanya disewa atau dipakai untuk menjalankan ‘misi khusus’.
Aksi penyelundupan benih lobster merupakan hasil kerja bersama, diantaranya pelaku penyelundup, pemilik benih lobster dan penyedia armada. Dan hampir bisa dipastikan, yang paling menerima resiko ditangkap oleh petugas adalah eksekutor atau pelaku yang membawa barang selundupan. Sementara pemilik bisnis ilegal dan atau penyedia armada, setidaknya dari kasus yang pernah terungkap masih jauh api dari panggang. (*)