Aksi Para Sindikat Penyeludup dari Mulai Perjalanan Darat, Hingga Melalui Laut Batam

Speed boat yang digunakan penyelundup lobster ditabrakan ke kawasan mangrove di Teluk Bakau. FOTO: DOK. KKP.GO.ID
Stright Times – Letak geografis Batam yang berhadapan langsung dengan negara luar jadi lokasi tepat untuk dijadikan daerah transit dalam aksi penyelundupan barang ilegal.
Salah satunya penyelundupan benih lobster yang masih terus terjadi diperairan Batam, Kepulauan Riau.
Dalam satu wawancara media ini dengan mantan pelaku penyelundupan benih lobster, selanjutnya disebut sumber, mengungkapkan benih lobster biasanya didapat dari nelayan di Jawa Barat, Jawa Timur, Lampung dan Bengkulu. Nelayan mendapatkannya dari perarian samudera hindia, pada kedalaman 10 sampai 20 meter dengan kadar garam 20 sampai 33 salti dan suhu sekitar 15 dejarat celcius, yang menjadi habitat alami lobster.
Benih lobster dijual nelayan ke pengepul denga harga 7 ribu sampai 8 ribu rupiah per ekor. Dari pengepul dijual ke penyelundup pada harga 20 sampai 30 ribu rupiah perekor.
Sebagai mahluk hidup, perjalanan benih lobster dari penyelundup hingga sampai pada penerima di negara luar, membutuhkan penanganan khusus agar benih lobster tetap dalam keadaan hidup ditangan penerima terakhir.
Perjalanan benih lobster dari pulau Jawa biasanya melalui jalur darat ke Jakarta. Dari Jakarta berlanjut ke Sumatera di daerah Palembang atau Jambi. Selanjutnya perjalanan benih lobster berpindah melalui jalur laut melewati Batam untuk diselundupkan ke Singapura. Perjalanan benih lobster dilaut menghabiskan durasi 5 hingga 7 jam ke penerima terakhir di negara Vietnam.
Lobster memang jadi santapan berharga tinggi. Di restoran lokal, satu ekor lobster ukuran dewasa dijual pada harga 800 ribu hingga 1,2 juta rupiah. Tak heran permintaan benih lobster jalur penyelundupan tetap tinggi. Setelah melalui budidaya lanjutan, benih lobster berkembang biak jadi lobster dewasa. Lalu siap dipanen dan dikonsumsi di resto seafood dengan harga superior. (*)